Minggu, 26 April 2009

PERAN PEMETAAN TATAGUNA LAHAN DALAM MEREHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA (PENDEKATAN NERACA SUMBERDAYA ALAM TAHUN 2002-2006)

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 7°30' - 8°15' lintang selatan dan 110°00' - 110°52' bujur timur, merupakan wilayah daratan yang berbatasan di sebelah utara dengan Propinsi Jawa Tengah, di sebelah timur dengan Propinsi Jawa Tengah, di sebelah selatan dengan Samudra Indonesia, dan di sebelah barat dengan Propinsi Jawa Tengah.
Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta mencakup areal seluas 3.186,10 kilometer persegi. Pada tahun 1990 tata guna lahan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi areal hutan negara seluas 159 kilometer persegi atau 5,0 persen, areal yang ditumbuhi kayu-kayuan (hutan rakyat) seluas 118 kilometer persegi atau 3,7 persen, areal pemukiman/perumahan seluas 848 kilometer persegi atau 26,6 persen, areal sawah seluas 624 kilometer persegi atau 19,6 persen, areal tegalan dan kebun seluas 1.160 kilometer persegi atau 36,4 persen, areal rawa, tambak, dan kolam seluas 3 kilometer persegi atau 0,01 persen, areal lahan kering yang sementara tidak diusahakan seluas 38 kilometer persegi atau 1,2 persen, dan areal budidaya lainnya 236,1 kilometer persegi atau 7,4 persen dari seluruh luas wilayah.
Lahan di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan permukiman. Selain itu, wilayah ini memiliki sumber daya pertambangan/penggalian yang potensial untuk dikembangkan, yang dewasa ini belum dimanfaatkan secara optimal. Secara administratif Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas empat kabupaten daerah tingkat II, yaitu Kabupaten Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman dan Bantul, dan satu kotamadya daerah tingkat II, yaitu Kotamadya Yogyakarta sebagai ibukota propinsi. Dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 73 wilayah kecamatan, serta 438 desa dan kelurahan.
Aktivitas yang terus bertambah utamanya di Sleman menimbulkan berbagai macam permasalahan terutama masalah pemanfaatan ruang dalam konteks kehidupan sosial masyarakat. Jika terus menerus terjadi tanpa adanya kepedulian untuk melakuan langkah-langah pengaturan akan memperburuk kondisi ruang tersebut. Misalnya, angka pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya jika tidak diikuti dengan penyediaan sarana infrastruktur, maka pelayanan kebutuhan masyarakat tidak akan optimal. Selain itu, pertambahan jumlah penduduk membutuhkan lahan yang lebih luas untuk perumahan bagi mereka. Penyediaan lahan yang terbatas akan menyebabkan timbulnya konversi lahan berupa pemanfaatan lahan-lahan yang tidak semestinya diperuntukkan bagi pemukiman penduduk. Suatu kondisi yang menyebabkan sering timbulnya beragam permasalahan kota yang berdampak buruk terhadap lingkungan.
Hutan di wilayah Sleman ternyata juga masih belum memenuhi ketentuan perundang-undangan. Kabupaten tersebut masih membutuhkan jutaan pohon. Menurut Undang-undang No 41/1999 tentang Kehutanan, idealnya luas hutan 30 persen dari total luas wilayah. Saat ini, luas hutan baru mencapai 5.528 hektar, atau hanya sekitar 9 persen dari total luas wilayah Sleman. Dari jumlah tersebut, hutan rakyat mencapai 3.844 hektar dan kawasan hutan negara di Taman Nasional Gunung Merapi mencapai 1.728 hektar.
Neraca sumberdaya alam merupakan perimbangan (balance) antara kondisi sumberdaya alam semula (kondisi awal) dengan kondisi berikutnya (kondisi akhir), atau antara kondisi tahun sebelumnya dengan kondisi tahun berikutnya, apabila sumberdaya alam tersebut dieksploitasi. Neraca sumberdaya alam dan lingkungan mengutamakan pada keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Artinya dalam menyusun neraca sumberdaya alam, selain menyajikan nilai perimbangan kondisi sumberdaya alam setelah diekploitasi juga memperhitungkan perimbangan kondisi lingkungan akibat eksploitasi tersebut. Kondisi awal neraca sumberdaya alam adalah tahun 2002 sedangkan kondisi akhir adalah tahun 2006.

Penyusunan neraca sumberdaya alam spasial menunjukkan aspek keruangan sumberdaya alam, sehingga potensi dan perubahan fungsi maupun eksploitasi sumberdaya alam suatu daerah dapat diketahui posisi dan penyebarannya dalam satu kurun waktu. Penyusunan neraca sumberdaya alam spasial hanya dapat dilaksanakan dengan baik secara integrasi koordinasi antar instansi pembina, instansi sektoral, perguruan tinggi yang berkompeten dalam pengembangan sumberdaya alam. Bakosurtanal sebagai instansi pembina penyusunan neraca sumberdaya alam spasial mengembangkan metode SIG untuk inventarisasi data, analisis data, penyajian, dan perhitungan nilai sumberdaya alam.

TUJUAN
Tujuan dari kegiatan ini adalah melihat dan menganalisis neraca sumber daya lahan dan hutan serta menggunakan fungsi-fungsi pemetaan dan tataguna lahan untuk merehabilitasi lahan dan hutan di Sleman Yogyakarta
SUMBER INFORMASI (Pada Wilayah Sleman, Yogyakarta Tahun 2002-2006)

PENGERTIAN NERACA SUMBERDAYA LAHAN DAN NERACA SUMBERDAYA HUTAN
A. Neraca Sumberdaya Lahan Pengertian neraca sumberdaya lahan secara gramatikal diartikan sebagai timbangan yang disusun untuk mengetahui besarnya cadangan awal sumberdaya lahan yang dinyatakan dalam aktiva, dan besarnya pemanfaatan yang dinyatakan dalam pasiva, sehingga perubahan cadangan dapat diketahui besarnya sisa cadangan yang dinyatakan dalam saldo dalam suatu pada kurun waktu tertentu.
Sumberdaya Lahan
Pemetaan sumberdaya lahan dilakukan berdasarkan karakteristik dan kemanfaatannya, meliputi :
1. bentuk penggunaan lahan
2. arahan pemanfaatan lahan
3. status lahan

B. Neraca Sumberdaya Hutan Neraca sumberdaya hutan diartikan sebagai timbangan yang disusun untuk mengetahui besarnya cadangan awal sumberdaya hutan yang dinyatakan dalam aktiva, dan besarnya pemanfaatan yang dinyatakan dalam pasiva, sehingga perubahan cadangan dapat diketahui besarnya sisa cadangan yang dinyatakan dalam saldo dalam suatu pada kurun waktu tertentu.
Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kehutanan, yang dimaksud dengan hutan (forest) adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta fisik lingkungannya, dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Peranan sumberdaya hutan di dalam lingkup pembangunan daerah merupakan produsen alam yang menghasilkan produk ganda yaitu barang dan jasa. Jenis barang yang dihasilkan oleh sumberdaya hutan, adalah:
a. komoditi berbagai jenis kayu;
b. komoditi hasil hutan non kayu, seperti: kulit, daun, bunga, buah, satwa liar, rotan, dan sebagainya.

Sementara dalam aspek jasa, hutan merupakan sarana bagi pengatur tata air, pencegah erosi dan banjir, penstabil iklim dan sebagainya.
Sumberdaya Hutan
Pemetaan sumberdaya hutan untuk menyusun neraca sumberdaya alam diklasifikasikan berdasar pada status kepemilikan, dan fungsinya.
Sumberdaya hutan diklasifikasikan berdasarkan status kepemilikan nya, meliputi:
a. Hutan Negara
b. Hutan Hak Milik
Sumberdaya hutan apabila diklasifikasikan berdasarkan fungsinya terdiri dari :
a. Hutan Konservasi, meliputi :
- Kawasan Hutan Suaka Alam ( Cagar Alam, Suaka Margasatwa
- Kawasan Hutan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam)
- Taman Buru
b. Hutan Lindung
c. Hutan Produksi

METODE YANG DIGUNAKAN UNTUK MEMBUAT NERACA SUMBERDAYA ALAM
Penyusunan neraca sumberdaya alam spasial daerah dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut :
1. Pemetaan sumberdaya alam
2. Penyusunan neraca sumberdaya alam spasial.

Pemetaan Sumberdaya Alam
Inventarisasi data sumberdaya alam (lahan, hutan, air, dan mineral) dilakukan pada dua periode yang berbeda, yaitu tahun 2002 dan tahun 2006. Data sumberdaya alam yang berbeda tahun tersebut nantinya digunakan untuk perhitungan untuk inventarisasi dan deplesi. Inventarisasi data disusun dalam bentuk tabel dan peta sumberdaya alam.
a. Pemetaan Sumberdaya Alam Tahun 2002
Sumber data yang digunakan untuk pemetaan sumberdaya alam tahun 2002 terutama data sekunder hasil penyusunan Neraca Sumberdaya Alam Spasial Daerah tahun 2002, dan dibantu dengan data sekunder dari berbagai lembaga sektoral yang pernah melakukan pemetaan sumberdaya alam. Pada tahapan ini juga dilakukan verifikasi peta sumberdaya alam dengan menggunakan citra penginderaan jauh hasil rekaman tahun 2002.
Pemetaan sumberdaya alam dilakukan secara digital dengan menggunakan perangkat lunak SIG Arcview dan ArcGIS. Format data digital yang digunakan merujuk pada format baku data digital yang berlaku di Bapeda Provinsi Daerah istimewa yogyakarta . Format baku data digital tersebut meliputi : pembagian lembar, penamaan, pemilihan struktur data grafis, skala peta, sistem proyeksi, penentuan kode unsur (identitas) data grafis, dan meta datanya.
b. Pemetaan Sumberdaya Alam Tahun 2006
Sumber data yang digunakan untuk pemetan sumberdaya alam tahun 2006, meliputi : citra satelit ASTER, citra IKONOS/Quickbird, peta-peta sumberdaya alam hasil penelitian tahun 2006, dan peta hasil draft revisi RTRW. Untuk kegiatan pemetaan sumberdaya lahan tahun 2006 akan dilaksanakan pengumpulan data primer di lapangan, dengan melakukan survei teristrial.
Pemetaan sumberdaya alam dilakukan secara digital dengan menggunakan perangkat lunak SIG Arcview dan ArcGIS. Format data digital yang digunakan merujuk pada format baku data digital yang berlaku di Bapeda Provinsi Daerah istimewa yogyakarta .

TABEL HASIL PERHITUNGAN NERACA SUMBERDAYA ALAM TAHUN 2002-2006 DI YOGYAKARTA





ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kondisi lahan dan Rehabilitasi lahan di Kabupaten Sleman
Untuk tahun 2002-2006 perubahan penggunaan lahan cukup mencolok terjadi di Kabupaten Sleman, yaitu dengan bertambahnya luas pemukiman seluas 801,48 ha dan sebaliknya disertai dengan penyusutan luas sawah irigasi seluas 744,45 ha, perubahan ini terutama terdapat 4 wilayah kecamatan yaitu : Kecamatan Ngaglik, Kecamatan Mlati, Kecamatan Gamping dan Kecamatan Depok. Sawah irigasi merupakan lahan yang produktif, yang keberadaannya berkaitan dengan ketersedian pangan sehingga harus diawasi konversinya ke jenis penggunaan lahan lainnya agar tidak menganggu kestabilan ketersediaan pangan itu sendiri di suatu wilayah. Perubahan penggunaan lahan menjadi lahan pemukiman ini selain dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah penduduk juga terjadi karena perubahan nilai ekonomi lahan di daerah tersebut akibat dari peningkatan jumlah permintaan lahan untuk pemukiman.

Kabupaten Sleman yang berada di bagian di utara provinsi DIY merupakan lumbung padi bagi provinsi DIY dan sekitarnya. Letaknya yang berada di Lereng Gunung Merapi memaksa Kabupaten Sleman menjadi kawasan resapan air. Namun pada kenyataannya yang tumbuh bukan kawasan lumbung padi melainkan perumahan-perumahan besar dan bangunan-bangunan tinggi yang tumbuh disana. Sebenarnya, permasalahan mengenai pola penggunaan lahan telah diatur dalam dokumen Rencana Tata Ruang Kabupaten Sleman. Meskipun Rencana Tata Ruang yang ada masih belum diupdate untuk disinkronisasikan dengan UU Penataan Ruang yang baru, setidaknya dokumen yang ada menjadi kerangka acuan untuk bertindak.
Lahan yang terus terkonversi ini jika dibiarkan terus-menerus akan mengakibatkan banyak hal. Sleman sebagai lumbung padi DIY akan kehilangan kesuburan dan luasan areal pertaniannya, hal ini akan mengakibatkan berkurangnya sumber pangan. Selain itu fungsi lahan Sleman sebagai reservoir akan hilang dan hal ini bisa mengakibatkan kekeringan pada musim kemarau karena air tanah yang terus surut.
Perlu adanya ketegasan dan komitmen pemerintah daerah sebagai “Policy and Decision Maker” dalam menjalankan Dokumen Rencana Tata Ruang yang telah disusun dengan baik walaupun Rencana Tata Ruang ini harus terus di perbaharui. Selain itu juga perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi lahan yang efektif untuk mengembalikan kembali fungsi-fungsi lahan di Kabupaten Sleman. Kegiatan Rehabilitasi lahan ini dapat dibantu dengan pemanfaatan teknologi yang terkandung dalam sistem informasi geografis (SIG) merupakan salah satu upaya untuk menyusun rencana kegiatan rehabilitasi secara akurat dan sistematis seperti yang diterapkan pada penyusunan neraca sumberdaya alam di atas.
Kondisi Hutan dan Rehabilitasi Hutan di Kabupaten Sleman
Jika dilihat dari hasil Neraca Sumberdaya Hutan tahun 2002-2006 tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Luas hutan yang ada cukup stabil. Akan tetapi berdasarkan informasi yang terbaru pada tahun 2009 Hutan di wilayah Sleman ternyata masih belum memenuhi ketentuan perundang-undangan. Kabupaten tersebut masih membutuhkan jutaan pohon. Menurut Undang-undang No 41/1999 tentang Kehutanan, idealnya luas hutan 30 persen dari total luas wilayah. Saat ini, luas hutan baru mencapai 5.528 hektar, atau hanya sekitar 9 persen dari total luas wilayah Sleman. Dari jumlah tersebut, hutan rakyat mencapai 3.844 hektar dan kawasan hutan negara di Taman Nasional Gunung Merapi mencapai 1.728 hektar.
Keadaan ini harus segera di antisipasi dengan melakukan rehabilitasi hutan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat kabupaten Sleman. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan harus segera membuat strategi untuk mengkonversi lahan non hutan menjadi lahan hutan. Diperlukan pemetaan kawasan dan penata ulangan lahan agar dapat tercapai suatu keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan ekologi demi masyarakat juga yang diatur oleh peraturan daerah.
Untuk melihat potensi dalam rangka rehabilitasi lahan dapat dibantu dengan SIG sehingga terwujud tata ruang yang baik. Selain dilakukan tindakan-tindakan untuk merehabilitasi lahan, disini juga dibutuhkan komitmen pemerintah untuk tetap berpegang teguh pada peraturan yang telah disepakati.



KESIMPULAN
1. Neraca Sumberdaya Alam digunakan untuk mengukur perubahan suatu sumberdaya alam yang di exploitasi dalam kurun waktu tertentu dengan bantuan pemetaan spasial
2. Kondisi lahan di Sleman terus mengalami konversi menjadi pemukiman, hal ini harus dilakukan upaya-upaya rehabilitasi agar fungsi lahan Sleman yang sebenarnya kembali pulih.
3. Kondisi hutan di Sleman belum ideal dan harus dilaksanakan penataan ulang kawasan dan rehabilitasi hutan

DAFTAR PUSTAKA
http://abuhaniyya.wordpress.com/2009/02/03/teknik-rehabilitasi-hutan-berbasis-
sistem-informasi-geografis-di-taman-nasional-gunung-leuser/

http://bappenas.go.id/get-file-server/node/6022/

http://cetak.kompas.com/luas hutan sleman jauh dari ideal

Badan Perencana Daerah (BAPEDA).2007.PENYUSUNAN NERACA
SUMBERDAYA ALAM.pdf. PROVINSI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA.

http://planologiugm.com/Konversi Lahan Sleman, Lemahnya Komitmen Pemerintah Daerah

4 komentar:

  1. ni artikel keren banget dan sangat bermanfaat....

    BalasHapus
  2. Bob iki penelitian siapa? Ditulisin bob..... Mengko kowe dituntut lho.

    BalasHapus
  3. mas bobby!perkenalkan saya sri,saya tertarik artikel mas di blogger bisa shared ga ilmunya mengenai neracanya yg menggunakan arcview,emailku cierahayu@yahoo.com

    BalasHapus