Sabtu, 21 Maret 2009

nama-nama ilmiah pohon

jati = Tectona grandis ; kedondong = Spondias dulcis Forst. selengkapnya..

Inventarisasi hutan

pengertian inventarisasi hutan
arti luas (konseptual) : mencari dan menyajikan data secara keseluruhan atas hutan meliputi : pertumbuhan pepohonan didalamnya, berbagai arti ekonomi, lingkungan, dan fungsi sosial serta nilai sumberdayanya.
arti sempit (operasional) : mencari dan menyajikan data potensi produksi hutan meliputi : luasan, volume kayu - standing stock, growing stock-dan struktur tegakan yang ada didalamya.
selengkapnya..

Jenis dan Tingkat perencanaan SDH

Perencanaan hutan adalah upaya mendayagunakan fungsi hutan dengan menciptakan kegiatan yang dapat mempengaruhi proses yang sedang berjalan, atau menciptakan proses baru agar hutan dapat memberi sumbangan maksimal untuk ikut memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
di kenal ada 4 macam bentuk perencanaan yaitu
1. perencanaan instruktif (top down planning)
2. Perencanaan berdasarkan pedoman
3. Perencanaan insentif (Bottom up planning)
4, perencanaan artikulatif

perencanaan instruktif yaitu perencanaan yang semata-mata hanya berdasarkan intruksi dari atasan. Perencanaan ini biasanya dipengaruhi oleh :
  • tenaga ahli kehutanan yang masih sedikit
  • masalah kehutanan masih sederhana
  • masalah sosialekonomi masyarakat yang belum berpengaruh di bidang kehutanan
  • suplai kayu masih diatas kebutuhan
  • ketersediaan hutan alam masih luas
selengkapnya..

Fakultas Kehutanan UGM. .

Sejarah kita.
Fakultas Kehutanan pada awalnya merupakan bagian dari Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Bagian Kehutanan pada Fakultas Pertanian diresmikan dalam Rapat Senat Terbuka Universitas yang dipimpin oleh Presiden Universitas Gadjah Mada pada waktu itu yaitu Prof.Dr. Sardjito, dan nama Fakultas Pertanian diubah menjadi Fakultas Pertanian dan Kehutanan.
Kalau Fakultas Pertanian didirikan oleh beberapa dosen tamatan Landbow Hogescholl Wageningen (LWH), antara lain almarhum Prof. Iso Reksohadiprojo dan almarhum Prof.Ir. Haryono Danusastro, maka Bagian Kehutanan dibina oleh ahli kehutanan pengasuh Akademi Kehutanan misalnya Prof.Ir.PKM Steuf, Prof.Ir. C.Gartner, Prof.Ir. EHP juta, Prof F. Versteegh, Prof.Ir. AH Verkuyl dan Dipl.Ing. Hollerworger. Dosen-dosen tersebut juga mengajar di pendidikan tinggi kehutanan di Bogor sebagai cabang Universitas Indonesia, yang kemudian menjadi IPB (Institut Pertanian Bogor).Pada tahun 1957 ahli-ahli kehutanan bangsa Belanda tersebut meninggalkan Indonesia, dan untuk sementara waktu pada Bagian Kehutanan terjadi kekurangan dosen yang sangat menyolok. Kekurangan dosen dosen tersebut sangat mempengaruhi kelancaran program perkuliahan dan jumlah mahasiswa yang masuk. Pada tahun 1959/60 jumlah dosen mulai bertambah dan jumlah mahasiswa mulai meningkat lagi. Pada tahun 1963 melalui Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan tertanggal 24 Agustus 1963, Bagian Kehutanan dipisahkan dari Fakultas Pertanian dan Kehutanan menjadi fakultas yang berdiri sendiri. Dengan Surat Keputusan yang sama juga dibentuk Fakultas Teknologi Pertanian yang terpisah dari Fakultas Pertanian, sehingga ketiga Fakultas tersebut masing-masing telah berdiri sendiri.Dengan berdiri menjadi fakultas tersendiri, Fakultas Kehutanan dilengkapi dengan jurusan/bagian sebagai unsur pelaksana akademik dan laboratorium sebagai perangkat penunjang pelaksanaan program-program akademik. Saat ini terdapat 4 bagian/jurusan dalam Fakultas Kehutanan yaitu :
Bagian/Jurusan Manajemen hutan,
Bagian/Jurusan Budidaya Hutan,
Bagian /Jurusan Teknologi Hasil Hutan dan
Bagian/jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan.
selengkapnya..

Dampak Pembalakan yang Minimal (Reduced Impact Logging)

Praktek pembalakan secara konvensional biasanya menyebabkan kerusakan besar pada ekosistem hutan. Penggunaan alat-alat berat berakibat pada proses pemadatan tanah dan rusaknya vegetasi sementara pemanenan besar-besaran akan menyebabkan erosi, berkurangnya keanekaragaman jenis dan kapasitas perkembang-biakan. Sedangkan kelebihan sampah organik yang dihasilkan mengakibatkan hutan semakin rentan terhadap bahaya kebakaran.
Sejak awal, penilaian dampak lingkungan reduced-impact logging (RIL) atau pembalakan berdampak minimal ini merupakan prioritas penelitian CIFOR. Sebagai bagian dari program keseluruhan Sustainable Forest Management (SFM) atau Pengelolaan Hutan Lestari,maka CIFOR mengadakan jalinan kerjasama kajian RIL dengan Malaysia, Brazil, Indonesia, Kamerun, Bolivia, Tanzania dan Zambia. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu dalam mengembangan pedoman dan alat (perangkat lunak) untuk pengelolaan produksi kayu dengan dampak ekologi seminimal mungkin. Oleh karena penerapan metoda RIL ini memerlukan dukungan penuh baik dari pihak pemerintah maupun swasta, maka CIFOR mengadakan kerjasama dengan kedua pihak tersebut dalam melakukan kegiatan ini.
Hasil penelitian CIFOR maupun lainnya menunjukkan bahwa kerusakan dapat dikurangi dengan menerapkan teknik pemanenan yang site-sensitive (sesuai kondisi lokasi). Diantara temuan tersebut menunjukkan bahwa metoda RIL berhasil mengurangi dampak terhadap kerusakan tanah sebanyak 25%, dan selanjutnya diperoleh sekitar 50% simpanan dalam bentuk "gudang karbon" yang dihasilkan dari tegakan sisa. Dari beberapa percobaan menggunakan RIL di hutan tropika dataran rendah, terlihat bahwa besarnya kerusakan pada tanah serta permudaan tingkat lanjut berkurang kira-kira 50% dibandingkan dengan pembalakan konvensional.
Temuan yang sangat mendukung ini mendorong Lembaga International Kayu Tropis atau International Tropical Timber Organization (ITTO) untuk mulai menerapkan RIL secara menyeluruh pada tahun 2000. Baru-baru ini Food and Agriculture Organization (FAO) dari United Nations (UN) mempublikasikan Model Praktek Pengelolaan Hutan atau Model Code of Forest Harvesting Practices, dan disusul oleh lembaga lainnya yang juga menerbitkan pedoman yang sama. Pedoman seperti ini biasanya hanya memuat dasar-dasar umum tentang praktek RIL sehingga pengguna harus menterjemahkannya sesuai dengan kondisi lokasi yang bersangkutan
Kajian RIL ini merupakan fokus utama penelitian yang dilakukan di Wanariset Bulungan, Kalimantan Timur, Indonesia. Tujuan utama dari kegiatan tersebut yaitu untuk membantu pengembangan insentif kebijakan dalam mempromosikan penerapan RIL oleh para pengusaha kayu.
Di banyak negara industri, teknik RIL sudah digunakan dalam kegiatan pemanenan kayu selama beberapa dasawarsa ini. Meskipun demikian, praktek ini belum banyak diterapkan di hutan tropika. Dalam makalahnya yang berjudul "Mengapa negara tropis masih menerapkan praktek pembalakan yang kurang baik?" ("Why Poor Logging Practices Persist in the Tropic?"), Dr. Jack Putz dan Dennis Dykstra dari CIFOR menyoroti beberapa alasan umum yang diberikan oleh para penebang komersial jika ditanyakan tentang penyebab tidak diterapkannya praktek pemanenan yang telah diperbaiki tersebut. Di dalam tulisan ini, penulis berupaya untuk menangkal persepsi yang dilontarkan itu dan berusaha memaparkan bukti-bukti manfaat penerapan RIL.
Sisi ekonomi penerapan RIL juga menjadi sorotan utama penelitian CIFOR yang berlangsung sejak tahun 1996 di dua lokasi di Brazil: Tapajos National Forest, dekat Dantarem, dan Curua Una, sebuah hutan percobaan di hulu sungai Santarem. Dalam sebuah kegiatan penelitiannya yang baru di Brazil, ilmuwan CIFOR yang berada di Belem bekerjasama dengan EMBRAPA menyelenggarakan sebuah workshop yang diadakan pada bulan Desember untuk mendiskusikan pedoman percobaan lapangan RIL di kawasan hutan produksi di bagian timur Amazon. Kegiatan ini merupakan bagian dari proyek kerjasama dalam rangka mengembangkan rencana pengelolaan yang berkelanjutan di kawasan tersebut.
Sementara itu, di Tanzania dan Zambia, CIFOR ikut berperan serta dalam dua buah koordinasi kegiatan penelitian lapangan RIL untuk program jangka panjang yang dibiayai oleh European Union (EU), dengan tujuan untuk mencapai pengelolaan Hutan-Kayu Miombo secara lestari di kawasan timur, tengah dan selatan Africa. Hutan kayu ini secara ekologis sangat penting dan saat ini kondisi keberadaannya terancam.
selengkapnya..

Rabu, 18 Maret 2009

Seminar nasional OKI 2009 ngebuming. .

Seminar nasional OKI 2009 yang bertajuk "internalisasi moral lingkungan pada generasi muda sebagi pengerak roda peradaban dimasa depan" pada 11 maret 2009 bertempat di University Club UGM berjalan dengan baik. Seminar ini dihadiri sekitar 130 peserta. Pembicara seminarpun tak ada yang absen, sehingga peserta terpuaskan dengan pemjabaran-penjabaran dari pembicara selama kurang lebih 5 jam. Seminar kali ini juga dimeriahkan musik keroncong yang dibawakan oleh komunitas seni UGM.
Akan tetapi terdapat sedikit pemandangan yang kurang mengenakkan, pasalnya 2 baris kursi depan tamu undangan terlihat lengang. Hal ini juga dirasakan oleh beberapa pembicara yang ujungnya ditanyakan kepada panitia. untungnya kekecewaan itu terobati dengan difasilitasinya kegiatan OKI 2009 di wanagama I oleh fakultas dengan menyeting seluruh ruangan first class untuk kegiatan tersebut.
Beberapa media ikut berpartisipasi meliput kegiatan ini. semoga seminar yang bertujuan untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan kepada generasi muda ini mampu tepat sasaran dan bermanfaat bagi bangsa Indonesia.
selengkapnya..